Wednesday, November 21, 2012

TUGAS ISD BAB V-VII ARTIKEL

 ( tugas ISD BAB V-VII )  

Nama : SARDI IRFANSYAH
KELAS : 1IB03
NPM : 16412848


BAB V.  Warga Negara dan Negara

Pemerintah Diminta Tak Tumbalkan Buruh Demi Investasi
Wahyudi Siregar - Okezone
Senin, 12 November 2012 19:31 wib
            MEDAN – Presidium Majelis Pekerja Buruh Indonesia Sumatera, Minggu Saragih menilai, upaya pemerintah mempertahankan upah murah di Indonesia sebagai bentuk penumbalan buruh dan pekerja demi tercapainya program pemerintah menarik investasi ke dalam negeri. Namun dengan orientasi seperti itu, pemerintah sejatinya gagal mewujudkan kesejahteraan.

            Menurut Minggu, di tengah krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS), pasar Asia kini telah menjadi primadona. Investor berbondong-bondong masuk ke dalam negeri untuk menggarap pasar lokal yang memiliki tingkat konsumsi tinggi. Apalagi ketersediaan bahan baku yang cukup untuk mendukung industri, akan semakin membuat pasar menggeliat. Namun faktanya, Indonesia masih harus bersaing dengan India dan China yang juga memiliki potensi pasar yang besar. Sehingga pemerintah dinilai terpaksa menerapkan upah murah untuk menarik investor.

            “Pemerintah kan ingin populer dengan pemberitaan makro ekonomi yang baik. Seperti angka pengangguran menurun, nilai investasi tinggi. Tapi sebenarnya, kualitas dari pencapaian itu juga penting. Karena kalau enggak yang ada justru ketimpangan. Jangan kami teruslah yang ditumbalkan. Ketidaksiapan pemerintah bersaing dari sisi penyediaan prasarana, diwujudkan dengan penawaran upah murah untuk menarik investasi. Karena faktanya, India dan China saat ini upahnya lebih tinggi, namun siap secara infrastruktur,” jelasnya, Senin (12/11/2012).

            Minggu mengaku, buruh cukup mengapresiasi upaya pemerintah pusat melalui kementerian tenaga kerja, untuk menaikkan upah secara signifikan. Namun apresiasi terhadap pemerintah itu terpaksa dipatahkan karena sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah, pemerintah provinsi justru mengabaikannya. Dia mengingatkan, agar pemerintah berhenti mengorbankan parah buruh yang sudah terlalu lama dipojokkan dengan upah murah.

            “Kita heran kenapa pemerintah provinsi pun seperti bersikeras mempertahankan ketetapan upah yang diajukan dewan pengupahan. Padahal pemerintah pusat sudah meminta agar dilakukan peningkatan upah yang signifikan. Plt gubernur harusnya tanggap, jangan hanya mendengarkan elit yang telah melakukan permufakatan jahat untuk memiskinkan buruh, suara buruh pada realitasnya menolak nilai tersebut. Plt gubernur harus ingat, Maret nanti pilkada," tegasnya.

            Untuk menyuarakan peningkatan kesejahteraan buruh ini, besok (13/11/2012) rencananya sekitar 10 ribu buruh akan turun ke jalan dan mendatangi kantor pemprov sumut untuk mendesak dilakukannya revisi terhadap penetapan UMP. Buruh pun mengancam akan mengepung sejumlah objek vital untuk melumpuhkan perekonomian, jika tuntan mereka tidak dipenuhi. (widi) .

Review atau ulasannya :
Dari artikel di atas yang menjelaskan tetang upaya pemerintah mempertahankan upah murah di Indonesia sebagai bentuk penumbalan buruh dan pekerja demi tercapainya program pemerintah menarik investasi ke dalam negeri. Pemerintah yang dianggap menumbalkan buruh demi investasi, hal tersebut dikarenakan indonesia harus bersaing dengan negara china dan india yang memiliki potensi pasar yang besar dalam menarik investor, Sehingga pemerintah dinilai terpaksa menerapkan upah murah untuk menarik investor. (menurut Minggu)
            Ketidaksiapan pemerintah bersaing dari sisi penyediaan prasarana, diwujudkan dengan penawaran upah murah untuk menarik investasi. Karena faktanya, India dan China saat ini upahnya lebih tinggi, namun siap secara infrastruktur.
            Apresiasi yang dilakukan oleh buruh justru diabaikan oleh pemerintah provinsi, oleh sebab itu, untuk menyuarakan peningkatan kesejahteraan buruh, para buruh berencana akan turun ke jalan dan mendatangi kantor pemprov sumut untuk mendesak dilakukannya revisi terhadap penetapan UMP.

TANGGAPAN :
            Seharusnya pemerintah tidak menumbalkan buruh demi invesitasi, pemerintah justru seharusnya memperbaiki saran dan prasarana dalam infrastruktur untuk menarik investor asing agar berinvestasi di dalam negeri kita.

KESIMPULAN :
Upaya pemerintah mempertahankan upah murah di Indonesia sebagai bentuk penumbalan buruh dan pekerja demi tercapainya program pemerintah menarik investasi ke dalam negeri yang justru mengakibatkan gagalnya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan buruh, sehingga para buruh pun melakukan protes atau demo untuk menaikan upah buruh.




BAB VI. Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Siapa Kelas Menengah Indonesia?

Jumat, 8 Juni 2012 | 13:00 WIB
Oleh: BAMBANG SETIAWAN
            KOMPAS.com- Mendefinisikan kelas sosial ibarat mencari mozaik dan menebalkan garisnya di atas kehidupan masyarakat. Bagaimana mengelompokkan masyarakat, dan apa kepentingan di balik upaya memetakan stratifikasi itu?
            Upaya pengelompokan strata sosial setidaknya terkait dengan tiga kepentingan. Pertama, kelas sebagai agregat politik. Perbedaan dalam pandangan ataupun sikap politik seseorang dipengaruhi oleh posisinya dalam strata sosial. Oleh karena itu, mengetahui karakteristik kelas dengan jumlah anggota terbesar adalah penting untuk menentukan strategi kampanye apa yang paling cocok dilakukan oleh kandidat calon pemimpin. Kelas terbesar juga menjadi perhatian utama ketika dikaitkan dengan perubahan sosial.
            Kedua, berkaitan dengan segmentasi pasar. Sejak produksi barang-barang penunjang gaya hidup semakin banyak diciptakan, mengetahui karakteristik tiap kelas menjadi penting agar penetrasi pasar lebih efektif. Segmentasi terhadap penonton televisi, misalnya, akan membantu industri televisi menentukan jenis program apa yang cocok dengan karakter penontonnya.
Pemetaan terhadap daya beli kelas menengah atau atas akan berguna untuk menentukan seberapa besar pasokan barang-barang mewah dapat terserap ke dalam pasar. Dalam dimensi pasar, kelas menengah ke atas menjadi perhatian serius karena menjadi potensi besar pasar komoditas gaya hidup.
            Ketiga, berhubungan dengan persoalan kesejahteraan, yang urusannya kerap dikaitkan dengan kinerja pemerintahan. Dalam dimensi ini, yang paling penting adalah memperoleh informasi tentang kelas miskin, yaitu mengetahui seberapa besar jumlah orang miskin dan rawan miskin yang layak mendapat bantuan. Oleh karena itu, kelas miskin menjadi sorotan utama daripada kelas-kelas lain.
            Upaya pengelompokan kelas sosial sejak awal sudah menjadi persoalan teoretis dan metodologis yang penuh perdebatan. Dari sisi metodologis, pertanyaan substansial muncul terkait definisi kelas: apakah kelas dibentuk secara subyektif ataukah obyektif? Jika kelas dibentuk secara subyektif, artinya definisi kelas seseorang tergantung pada pengakuan.
            Meskipun model ini cukup baik karena di sana ada kesadaran kelas, kerap kali ia juga memiliki kelemahan mendasar karena umumnya kelas menengah ke atas tidak mau menempatkan dirinya lebih tinggi daripada kelas menengah.
            Jika pengelompokan dilakukan secara obyektif, apakah yang menjadi ukurannya? Apakah parameter ditentukan oleh seorang peneliti ataukah lewat kerja mesin yang dapat meminimalkan subyektivitas peneliti? Jika ditentukan peneliti, seberapa jauhkah obyektivitas dapat dijaga? Jika dilakukan oleh sebuah alat pemrograman, mampukah menghasilkan pemilahan yang memuaskan?
Kriteria penggolongan
            Karl Marx (1867) menggolongkan masyarakat ke dalam dua kelas: majikan/borjuis yang menguasai alat produksi, keuangan, lahan, dan teknologi produksi serta buruh/proletar yang menjual tenaganya untuk mendapatkan upah. Sebagai alat ideologi, dikotomi Marx berpengaruh sangat besar terhadap upaya-upaya perjuangan kelas.
            Namun, penjelasan dialektika oposisi ini belum cukup memuaskan untuk melihat realitas. Pertanyaannya, di manakah letak kaum profesional yang berada di antara kepentingan buruh dan majikan berada?
            Max Weber (1920) mengelaborasi kelas sosial dengan lebih luas ketika memandang persoalan kelas bukan hanya bagaimana kekuasaan (power) atas alat produksi terletak, tetapi juga menyangkut derajat ekonomi dan prestise. Tiga hal itu menjadi penentu untuk mengukur derajat kelas seseorang.
            Seseorang bisa saja berpenghasilan besar dan memiliki usaha dengan karyawan banyak. Namun, karena pendidikannya rendah, ia belum tentu masuk ke kelas atas. Sebaliknya, penyair atau sastrawan bisa masuk kelas menengah karena derajat pengetahuannya, meskipun ekonominya morat-marit dan tidak menguasai alat produksi kapitalistik.
Ibu rumah tangga yang hanya mengurus keluarga bisa masuk ke kelas menengah atas karena status pendidikannya tinggi dan punya suami kaya.
            Kini, pemetaan sudah lebih terukur dengan berkembangnya berbagai metode untuk mengklasifikasikan kelas sosial. W Lloyd Warner, ahli antropologi dan sosiologi dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1949 memublikasikan acuan prosedur untuk pengukuran status sosial. Ia menggunakan ukuran derajat pekerjaan, pendapatan, kualitas rumah, dan area tempat tinggal.
            Berikutnya, klasifikasi AB Hollingshead (1971) lebih sederhana, dengan hanya menggunakan ukuran pekerjaan dan pendidikan untuk membentuk stratifikasi kelas atas, menengah atas, menengah, menengah bawah, dan bawah.
            Selanjutnya, analisis yang dikembangkan John Goldthorpe mungkin paling luas dipergunakan dalam berbagai penelitian, termasuk penelitian komparasi kelas menengah di Asia Tenggara yang melibatkan sejumlah lembaga penelitian di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia pada tahun 1996-1997. Ia mendasarkan pemilahan sosial atas dasar pekerjaan dengan membaginya ke dalam 11 strata untuk membentuk tiga kelompok besar, yaitu kelas atas, menengah, dan pekerja.
            Penelitian Litbang Kompas terbaru yang dilakukan pada Maret-April 2012 pada dasarnya merupakan gabungan antara dasar-dasar pengelompokan yang dipergunakan Goldthorpe dan memadukannya dengan ukuran yang dilakukan Biro Sensus Amerika Serikat yang mengadopsi model Weberian, yaitu membuat stratifikasi sosial berdasarkan pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan.
            Namun, Litbang Kompas melakukan modifikasi dengan menggunakan ukuran pengeluaran daripada menggunakan ukuran pendapatan (income). Ukuran yang kemudian menjadi dasar pengelompokan adalah pekerjaan, pendidikan, pengeluaran pribadi per bulan, dan pengeluaran keluarga untuk membayar listrik per bulan.
            Kriteria penggolongan pengeluaran yang digunakan mengikuti standar kategorisasi Bank Dunia. Pengeluaran per hari di bawah 2 dollar AS dalam penelitian ini digolongkan sebagai kelas miskin atau sangat bawah, 2-4 dollar AS kelas bawah, 4-10 dollar AS kelas menengah, 10-20 dollar AS mencerminkan kelas menengah atas, dan di atas 20 dollar AS mewakili kelas atas.
Nilai dollar yang dipakai adalah dollar yang dikonversi dengan mempertimbangkan keseimbangan kemampuan berbelanja (purchasing power parity/PPP). Dengan memakai dollar PPP, kelas miskin di Indonesia adalah golongan masyarakat yang membelanjakan uang sekitar Rp 12.500 ke bawah per hari atau sekitar Rp 375.000 per bulan.
            Meski demikian, nilai pengeluaran bukan satu-satunya ukuran untuk menentukan kelas. Kelas seseorang ditentukan oleh skor akhir yang merupakan skor rata-rata dari pembobotan atas pengeluaran (pribadi dan pengeluaran listrik keluarga), pendidikan, dan okupasi.
Survei Litbang Kompas dilakukan terhadap 2.550 responden yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Responden adalah penduduk berumur 17 tahun ke atas yang diambil dengan metode penarikan multistage random sampling. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen, kesalahan pencuplikan berkisar 1,9 persen.(Litbang Kompas)
 
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Marcus Suprihadi
Referensi : http://nasional.kompas.com/read/2012/06/08/13003111/Siapa.Kelas.Menengah.Indonesia
Review atau ulasannya :
            Artikel di atas menjelaskan tetang upaya pengelompokan kelas strata sosial yang terkait dengan tiga kepentingan yaitu kelas sebagai agregat politik, berkaitan dengan segmentasi pasar dan berhubungan dengan persoalan kesejahteraan.
            Seseorang bisa saja berpenghasilan besar dan memiliki usaha dengan karyawan banyak. Namun, karena pendidikannya rendah, ia belum tentu masuk ke kelas atas. Sebaliknya, penyair atau sastrawan bisa masuk kelas menengah karena derajat pengetahuannya, meskipun ekonominya morat-marit dan tidak menguasai alat produksi kapitalistik.
            Kriteria penggolongan pengeluaran yang digunakan mengikuti standar kategorisasi Bank Dunia. Pengeluaran per hari di bawah 2 dollar AS dalam penelitian ini digolongkan sebagai kelas miskin atau sangat bawah, 2-4 dollar AS kelas bawah, 4-10 dollar AS kelas menengah, 10-20 dollar AS mencerminkan kelas menengah atas, dan di atas 20 dollar AS mewakili kelas atas. ( menurut litbang kompas).
Tanggapan :
                  Dalam penggolongan kelas strata sosial, untuk mencari yang termasuk kelas menengah di indosia, sebaiknya harus memperhatikan berbagai hal, seperti pendidikannya, penghasilannya atau pengeluarannya, pekerjaannya dan lain-lain,. Jangan hanya sekedar melihat dari penampilannya saja
Kesimpulan:
                  Yang termasuk kelas menengah dapat dilihat dari pendidikannya yang biasa saja walaupun memiliki suami yang kaya, penghasilannya yang biasa saja, pengeluarannya yang biasa saja, pekerjaannya yang biasa saja dan lain-lain.



BAB VII. Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Arus Urbanisasi ke Jakarta Semakin Berkurang
Penulis : Kurnia Sari Aziza | Senin, 13 Agustus 2012 | 14:30 WIB

            JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan bahwa arus urbanisasi ke Jakarta dari tahun ke tahun semakin berkurang. Pengurangan ini disebutnya karena berkembangnya pembangunan di daerah-daerah asal migrasi.
            "Saya mencatat arus urbanisasi dari tahun ke tahun berkurang. Hal ini antara lain  disebabkan dengan bertumbuh kembangnya pembangunan di daerah-daerah asal migrasi masuk tersebut," kata pria yang akrab disapa Foke ini.
            Hal itu disampaikannya saat memimpin Apel Siaga Arus Mudik dan Arus Balik Idul Fitri 1433 H, di Lapangan IRTI, Jakarta, Senin (13/8/2012).
            Menurutnya, dengan semakin baiknya infrastruktur dan banyaknya proyek pembangunan di kampung asal para calon pendatang, membuat mereka betah di kampung halaman.
"Sehingga mereka tidak mudah tertarik untuk pindah ke Jakarta atau mengadu nasib di Jakarta," kata Foke.
            Mendukung pernyataan Foke, Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Purba Hutapea menambahkan, masalah urbanisasi merupakan masalah tahunan yang selalu dihadapi paska Lebaran. Biasanya pemudik yang kembali ke Ibukota membawa saudara atau kerabat keluarga yang ingin mengadu nasib di Jakarta.
            "Karena ini masalah tahunan, maka setiap tahunnya kami terus berupaya untuk menurunkan angka urbanisasi di Jakarta yang selalu terjadi paska Lebaran," kata Purba.
            Purba pun memaparkan hasil pendataan arus mudik dan arus balik dari tahun 2003 hingga 2011. Menurutnya, terjadi tren penurunan jumlah pendatang baru di DKI Jakarta, dengan rincian lima tahun terakhir ini.
Pendatang baru tahun 2007 berkurang 14.810 jiwa atau 11,90 persen dibandingkan tahun 2006. Lalu jumlah pendatang baru di tahun 2008 berkurang 21.144 jiwa atau 19,29 persen dibandingkan 2007.
            Sementara pada tahun 2009 berkurang 18.919 jiwa atau 21,38 persen dibandingkan 2008. Penurunan juga terjadi pada 2010. Jumlah pendatang baru berkurang 10.339 atau 14,86 persen dari 2009. Dan 2011 jumlah pendatang baru kembali berkurang sebanyak 7.340 jiwa atau 12,40 persen dibandingkan 2010.
            "Diprediksikan jumlah pendatang baru paska Lebaran tahun 2012 akan menurun sebanyak 22.368 jiwa atau menurun sebanyak 37,77 persen," terangnya.
            Menurut dia, salah satu contoh dari penurunan tingkat urbanisasi yang datang ke Jakarta adalah semakin sulitnya mencari pembantu rumah tangga.
            "Misalnya mencari pembantu di Jakarta semakin susah. Saat ini, mereka sudah tersaring di Cikarang, Tangerang, dan Bogor yg merupakan kawasan industri," pungkas Purba.

Referensi :http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/13/14303123/Arus.Urbanisasi.ke.Jakarta.Semakin.Berkurang

Review atau ulasan :
            Arus urbanisasi ke Jakarta dari tahun ke tahun semakin berkurang. Pengurangan ini disebutnya karena berkembangnya pembangunan di daerah-daerah asal migrasi. Semakin baiknya infrastruktur dan banyaknya proyek pembangunan di kampung asal para calon pendatang, membuat mereka betah di kampung halaman. Sehingga mereka tidak mudah tertarik untuk pindah ke Jakarta atau mengadu nasib di Jakarta. (menurut fauzi bowo)
            Setiap tahun, mulai dari tahun 2007-2012 terjadi penurunan pendatang baru. Menurut purba salah satu contoh dari penurunan tingkat urbanisasi yang datang ke Jakarta adalah semakin sulitnya mencari pembantu rumah tangga.

Tanggapan :
            Kita harus mendukun pemerintah dalam pembangunan daerah-daerah asal migrasi, agar mengurangi arus urbanisasi ke Jakarta.
Kesimpulan :
            Dengan berkembangnya pembangunan di daerah-daerah asal migrasi dan juga semakin baiknya infrastruktur dan banyaknya proyek pembangunan di kampung asal para calon pendatang, hal ini dapat mengakibatkan para calon pendatang betah terhadap daerah asalnya sendiri, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi ke Jakarta.

No comments:

Post a Comment

Soal dan Jawaban Test Glints Academy Career Exploration

Berikut beberapa contoh soal dasar tentang HTML dan CSS yang mungkin anda temui di Glints Career Exploration. Semoga Bermanfaat. Jawaba...